Rabu, 26 Desember 2012

Serial Vanya di Majalah Bravo : Vanya Tersesat

Ini ceritaku yang dimuat di majalah Bravo! Aku copas dari
http://erlanggaforkids.com/read-a-story/37-read-a-strory/162-vanya-tersesat.html





Vanya senang bila hujan turun. Itu pertanda akan muncul tangga tujuh warna yang menghubungkan Negeri Awan Perak dan Bumi. Setiap anak tangga tujuh warna itu terbuat dari tujuh helai selendang rajut berwarna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu yang panjang sekali. Bagi orang-orang yang berada di Bumi, tangga tujuh warna itu mereka sebut dengan pelangi.

Ketika tangga tujuh warna itu muncul, siapa pun yang tinggal di Negeri Awan Perak diperbolehkan untuk mengunjungi Bumi sejenak. Begitu pula dengan Ratu Negeri Awan Perak yaitu Ratu Ondetta.

“Vanya, pakai mantel yang tebal dan lekas masuk!” seru Mama dari dalam rumah.

“Iya, Ma,” sahut Vanya. Tapi Vanya tidak segera mengambil mantel. Ia malah asyik duduk di kursi berbentuk bunga di beranda atas rumahnya.

“Vanya!” terdengar ada suara yang memanggilnya dari lantai bawah. Oh, rupanya Diandra dan Charlotta yang akan menuruni tangga tujuh warna .

“Ayo, kita main ke Bumi!” ajak Charlotta yang berambut pendek itu dengan gembira.

Vanya tidak menunggu lebih lama. Ia segera meloncat dari beranda rumahnya dan jatuh tepat di anak tangga tujuh warna .

“Astaga, Vanya, kau berani sekali!” seru Diandra kaget, “semestinya kau turun dulu dari beranda, kami kan bisa menunggumu!”

Vanya tersenyum, “aku sudah tidak sabar ingin bermain di Bumi.”

Diandra dan Charlotta menggeleng-gelengkan kepala. Mereka sudah tahu persis sifat sahabatnya.

Dengan bersenandung riang, mereka menuruni anak-anak tangga sampai ke sebuah danau yang indah di balik bukit hijau. Di sana, sudah banyak teman-teman peri awan perak yang sedang bermain di danau. Ada juga yang sedang berlari-larian di sela-sela pohon yang tinggi.

“Kita mandi di danau itu yuk,” ajak Diandra.

Charlotta setuju tapi Vanya menggeleng, “aku kedinginan, aku lupa membawa mantel,” kata Vanya,” aku mau memetik bunga mawar hutan saja ya.”

“Ya sudah, nanti tunggu kami di pinggir danau itu ya,” ujar Charlotta.

Vanya mengangguk. Dia sudah tidak sabar ingin memetik bunga mawar yang harum dan cantik untuk menghiasi rumahnya. Mama pasti gembira kalau aku bawakan sekeranjang bunga mawar, pikir Vanya gembira. Lalu, Vanya asyik memetik bunga-bunga mawar. Tanpa ia sadari, ia sudah terlalu masuk ke hutan.

“Ooow… aku lupa jalan pulang,” tiba-tiba Vanya tersadar dan panik. Di depannya terdapat jalan bercabang dua, “aduh, aku mesti memilih jalan yang mana?”

Vanya memilih jalan yang ke kiri. Tapi semakin jauh ia melangkah, hutan semakin rimbun. “Sepertinya bukan ini jalannya,” pikir Vanya lalu berbalik dan mengambil jalan yang ke arah kanan.

Hari sudah gelap ketika Vanya tiba di pinggir danau. Diandra, Charlotta, dan teman-teman dari Negeri Awan Perak sudah tidak kelihatan. Rupanya mereka sudah pulang ke Negeri Awan Perak dan Vanya tinggal sendirian di Bumi.

Vanya menangis tersedu-sedu di pinggir danau. Badannya menggigil karena udara yang semakin dingin. Suasana di sekitarnya mulai gelap. Vanya duduk di bawah pohon besar dan merapatkan tubuhnya yang semakin dingin di batang pohon.

“Aku tak akan bertemu dengan Mama dan Papa lagi,” isak Vanya, ”aku menyesal karena lupa waktu saat bermain.”

Akhirnya Vanya tertidur karena kelelahan. Vanya tidur meringkuk dan pipinya terasa beku.

“Vanya…. bangun!”

Vanya gelagapan. Ada sesuatu yang mengguncang bahunya. “Toloongggg!” jerit Vanya spontan.

“Hei, Vanya, ini Mama!”

Vanya membuka mata. Tampak wajah Mama sedang menatapnya. Vanya menoleh ke kiri dan kanan. Suasana memang agak gelap, tapi ia berada di beranda rumahnya.

“Mama!” teriak Vanya gembira sambil merangkul Mama, “Mama menemukan Vanya di tepi danau, ya?”

Mama tersenyum, “pasti Vanya mimpi, ya?” tanya mama, ”kamu itu tertidur di beranda. Tubuhmu dingin sekali Vanya, kamu tidak pakai mantel!”

Vanya tertunduk malu. Tiba-tiba, uhuk... uhuk… hatchii….!” Vanya bersin dan terbatuk-batuk.

“Nah, ayo masuk ke kamar. Udara sudah terlalu dingin dan kamu tidak memakai mantel,” perintah Mama.

Vanya tersenyum. Ia lega karena kejadian tadi itu hanyalah mimpi. Namun, setidaknya mimpi itu bisa mengingatkan Vanya kalau ia harus lebih berhati-hati ketika ia turun ke Bumi dengan tangga tujuh warna.

Oleh: Dewi Cendika

2 komentar: