Selasa, 03 Desember 2013

Resensi Novel MENTARI IMPIAN

Makasih Helda Fera Puspita, udah ngereview novel ini ya :) *peyuuuk :)


Judul                        : Mentari Impian (Teen Hijabers Community)
Penulis                     : Ichen ZR
Penerbit                  : DAR! Mizan
Jumlah Halaman   : 153 halaman


Dewi “Ichen” Cendika mengawali debutnya sebagai penulis buku anak. Reputasinya sudah tidak diragukan lagi, dibuktikan dengan terbitnya 40 buku, serta 50 lebih tulisannya masuk dalam kumpulan cerita pendek remaja, majalah anak maupun remaja. Namun, buku Mentari impian ini adalah serial pertama untuk segmen belia.

“Rasanya menakjubkan, ada perbedaannya ya, kalau cerita anak, ada dunia anak-anak yang penuh kepolosan. Tapi dunia novel belia, ada antusias, semangat dan rasa ingin tahu yang lebih lagi.” begitu tutur sang penulis ketika saya sempat berbincang-bincang dengannya beberapa waktu lalu. Saat itu kami sedang memperbincangkan hal yang berkaitan dengan proses kreatif pembuatan naskah serial Mentari Impian.

Mentari Impian mengisahkan tentang seorang gadis yang menginjak remaja, kisah kasih di sekolah, persahabatan serta impian-impiannya. Misteri serta kejutan-kejutan yang datang silih berganti mewarnai kisah kehidupannya.
“ Alhamdulillah, cerpenku dimuat!” seru Pasha, girang bukan main. Diciumnya berulang kali majalah yang ada di tangannya. Air mata berjatuhan, mengaliri pipi-pipi gembilnya. (hal. 15)

Mungkin hal yang sama, yang akan saya lakukan apabila cerpen atau karya saya dimuat di media. Begitu pula dengan Pasha, ia adalah seorang gadis belia yang penuh mimpi, impiannya adalah menjadi seorang penulis terkenal, terinspirasi dari kakak sepupunya, Laura.

Namun sayang, oma serta papa tercinta sangat tidak setuju atas keinginan Pasha tersebut, tentu saja hal ini membuat Pasha bingung, kenapa ia dilarang keras untuk bermimpi menjadi seorang penulis?.
Terlebih ada banyak kejanggalan yang ia temui di rumah. Pertama, ia tidak boleh sembarangan masuk ke kamar papa, kedua ia dilarang masuk ke gudang yang berada di loteng, yang justru dari sinilah awal dari kecurigaannya sedikit demi sedikit terkuak.

Misteri tentang keberadaan sang mama, memberikan nuansa tersendiri dalam buku ini. Terus terang saya sempat tak kuasa untuk menitikkan air mata saat mengetahui bahwa mama Pasha sebenarnya….(lebih baik baca sendiri deh, kalau tidak mau melewatkan momen berurai air mata ini). Dilengkapi kisah persahabatan dengan keempat sahabatnya, ada saat emosi pembaca dibuat naik turun.
Tidak hanya dari oma dan papanya saja, halangan dan rintangan pun didapatnya dari teman sekolahnya, si Miss Oh Bete. Karakter ini yang menjadi sorotan saya, karakter antagonis ini sangat kejam di mata saya, si pembuat onar, pembangkang, bahkan menghalalkan segala cara agar keinginannya terwujud.

Mungkin sedikit saran, apabila pencitraan tokoh/karakter antagonis dibuat sedikit lebih ramah atau tidak melulu bertentangan dengan karakter utama. Namun ada masa khilaf di mana perbuatannya tidak dapat ditolerir lagi, sehingga tokoh utama berusaha menyadarkan agar ia dapat secara sportif bersaing dan lain sebagainya, sehingga menjadi bahan pelajaran tersendiri bagi para pembaca.

Secara keseluruhan, buku ini manis khas romantika remaja, pemilihan kalimat dialog yang menggunakan kalimat-kalimat khas gaya remaja masa kini membuat serial ini semakin menggemaskan. Ditunjang dengan ilustrasi yang cantik serta layout warna yang eye cathing.

Tidak lupa pada akhir cerita, sang penulis menyisipkan pesan pembakar semangat, khusus untuk para penulis pemula yang sedang berusaha meraih cita-cita dan impiannya menjadi seorang penulis profesional. Dari pesan ini, ada hikmah serta luapan semangat tersendiri bagi saya sebagai pembaca buku ini.

“ Terus menulis, jangan patah semangat, seperti kerlip bintang di langit yang selalu memberikan semangat, harapan dan kesenangan bila kita memandangnya,” (hal. 153