Senin, 15 Oktober 2012

Ketika Pembinaan Menjadi Liburan Seru



Tadinya, arti liburan bagi Saya adalah berkumpul bersama keluarga. Saya kerap kali mengisi waktu luang bersama anak dan suami, dan berpikir tidak akan pernah menikmati liburan tanpa mereka. Tapi sebagai wanita pekerja, ada saatnya saya harus bepergian sendiri tanpa keluarga untuk barang beberapa waktu, seperti dinas, pelatihan dan pembinaan dari kantor.

Saya pun mencoba menikmati setiap perjalanan. Berpergian, entah itu bersama keluarga atau bersama rekan-rekan di kantor, bagi Saya harus memberikan efek yang menyegarkan. Apa kuncinya? Tentu saja adalah dengan mencoba menikmati setiap jengkal perjalanan dan mensyukuri setiap keindahan yang ada di depan mata.

Pertengahan Oktober 2012, kantor di tempat Saya bekerja mengadakan acara pembinaan untuk karyawan yang diadakan di luar kantor. Suatu tempat yang belum pernah saya dan beberapa teman kantor kunjungi tentu memberikan rasa penasaran dan membuat Saya dan teman-teman bergairah untuk ikut serta. Kejutannya, lokasi yang akan kami datangi ternyata tidak jauh dari keramaian kota Jakarta.









Desa Gumati, Untuk Anda Yang Menyukai Suasana Pedesaan


Saya dan beberapa teman memutuskan untuk berangkat sekitar pukul dua siang. Pemilihan waktu yang tepat memang penting, mengingat hari itu adalah hari Jumat, dan bila kami berangkat lebih sore, terbayang sudah tentunya kami akan terjebak dalam kemacetan kota Jakarta sebelum sampai ke tempat tujuan.

Bertolak dari kantor yang terletak di kawasan Gatot Subroto, mobil kami pun membelah jalanan ibu kota. Syukurlah kami tidak menemui macet hingga perjalanan pun cukup lancar sampai memasuki pintu tol Sentul City, hanya memakan waktu sekitar satu jam saja.

Ada kejadian lucu ketika kami mencari lokasi yang akan didatangi. Karena salah membaca peta, dari pintu tol Sentul City, kami pun salah arah dan tidak menyadari kalau mobil berputar ke arah yang semakin jauh. Untunglah seorang teman akhirnya menyadari jalan yang kami ambil keliru, jika tidak, kami akan kehilangan banyak waktu hanya karena tersesat. Ada-ada saja kelucuan yang cukup menghibur perjalanan kami.

Tapi perjalanan tersesat itu membawa kami pada suatu tempat yang kelak ingin saya datangi. Saya melihat ada PSK tertulis pada berderet warung. Hmm… jangan membelalak dulu, PSK di sini ternyata adalah Pedagang Sate Kiloan. Menurut seorang teman, katanya di Sentul memang terkenal dengan kuliner sate kambing kiloan yang rasanya sangat menggoyang lidah.

Karena hari sudah semakin sore, dan perut belum terasa lapar, kami memutuskan untuk tidak singgah ke lain tempat sebelum sampai ke tempat tujuan. Kami pun fokus mencari lokasi yang menjadi rencana tujuan kami.

Sebenarnya, mencari lokasi yang dituju tidaklah sulit andai saja mata kami awas melihat plang yang tersebar di berbagai tempat sebagai pemandu perjalanan. Kami tertawa lega akhirnya setelah beberapa saat kemudian melihat plang bertuliskan Desa Gumati dengan tanpa panah sebagai penunjuk arah.

Setelah menempuh lebih kurang lima kilometer, akhirnya mobil kami tiba di areal yang membentang luas. Saya berdecak kagum menemukan pemandangan alam pedesaan seperti hamparan sawah, pepohonan, dan danau , setelah beberapa waktu yang lalu disuguhi dengan kebisingan dan keramaian kota. Saya merasakan suasana yang sangat berbeda, damai dan segar.

Desa Gumati yang terletak di Desa Cijulang, Sukaraja, Bogor. Tempat inilah yang akan kami nikmati selama dua hari satu malam. Areal seluas enam hektar ini menyediakan berbagai fasilitas untuk menjadikan liburan kian menarik. Selain hotel yang bernuansa Sunda dan Bali, restoran dengan menu andalan masakan sunda dan western, kafe, ruang meeting, spa, terdapat juga berbagai fasilitias rekreasi seperti tempat pemancingan, kolam renang dan fasilitas outbound.

Oh iya, yang paling ingin saya lihat pertama kali ketika sampai di tempat dengan fasilitas menginapnya adalah kamar. Ya, kamar yang nyaman menurut saya adalah bagian yang cukup penting dalam liburan. Syukurlah, saya dan teman (Woro) mendapatkan kamar superior yang cukup memuaskan. Senangnya, ketika kami berdiri di depan jendela, mata kami dimanjakan oleh pemandangan yang indah berupa danau buatan dan hamparan sawah.

“Wah seperti berada di atas rumah panggung di desa sebenarnya,” ujar saya serta merta disambut anggukan setuju dan antusias oleh teman saya. Ya, kami sepakat merasa saat itu kami seolah tersedot dalam keheningan desa sejati.








Bakar Jagung dan Dibuai Lantunan Penyanyi Café


Berada di Desa Gumati dengan berbagai tawaran hiburan, kita tak akan mengenal rasa yang menjemukan. Begitu juga bagi saya dan teman-teman sekantor. Malam itu, setelah menyantap hidangan makan malam yang lezat yang disajikan oleh restoran Gumati dan mengikuti acara pembinaan sebagai acara utama, kami pun menghabiskan malam dengan duduk-duduk di café.

Tadinya saya mengira, udara Desa Gumati malam itu akan terasa dingin. Saya pun menyiapkan diri dengan berpakaian tebal dengan balutan pashmina di punggung yang mampu menahan rasa dingin. Apa lagi, saat itu telinga saya menangkap bunyi air terjun buatan yang berjatuhan di kolam. Wah… saya pikir, saya yang agak sensitive dengan udara dingin, pasti akan menggigil kedinginan. Rupanya saya salah, karena ketika malam makin larut, udara tidak dingin, malah terasa hangat.

Café yang cukup luas pun menambah rasa hangat dengan kehadiran dua penyanyinya. Suasana makin marak ketika beberapa dari teman-teman saya dan para boss secara bergiliran menyumbangkan lagu.

Ketika itu, mata saya melihat petugas café tampak sibuk membakar jagung persis di ambang pintu keluar, berhadapan dengan halaman rumput yang luas. Bau jagung bakar beroleskan bumbu, mentega dan saos sambal benar-benar menggoda perut. Walaupun saat itu sebenarnya perut saya sedang tidak beres alias kembung, tapi melewatkan jagung bakar yang baunya menggiurkan itu benar-benar tidak bisa membuat saya untuk tidak mencoba mencicipinya, dan kemudian menyantapnya habis.

Malam pun melaju ke tengah malam. Mata yang tak terbiasa terjaga sampai larut, akhirnya mengantuk juga. Hampir pukul dua belas malam, akhirnya saya dan Woro memutuskan untuk pulang ke kamar kami, mencuci muka dan kaki, lalu tidur bergelung di balik selimut di atas tempat tidur yang empuk, agar kami siap menyambut esok, menikmati pagi hari di Desa Gumati.









Tarik Tambang dan Mencari Ikan, Pilihan Kegiatan Seru


Pagi harinya, kami dibangunkan oleh cahaya matahari yang membayang di balik jendela yang berselimut tirai putih. Ketika saya melirik jam di ponsel, pukul enam pagi. Saya buru-buru meloncat dari atas tempat tidur dan berjalan ke jendela.

Membuka tirai jendela dan melihat pemandangan di luar itu tujuan saya. Dalam imajinasi, saya membayangkan saat ini saya berada di dalam rumah panggung yang terletak di sebuah desa pedalaman. Saya ingin bersantai di balik jendela, melihat petani membawa cangkul dan berjalan ke sawah. Hahaha… itu adalah khayalan saya saja, karena tokh saya tidak melihat petani sungguhan yang sibuk di sawah.

Tapi mata saya terasa tetap segar ketika melihat keluar jendela, apa lagi ketika saya membuka salah satu jendela, udara sejuk langsung menyentuh kulit saya. Saya jadi ingin bergegas keluar dan berjalan-jalan seputar desa gumati. Saya ingat semalam, dua orang teman di kamar sebelah (Syasya dan Helda) mengajak untuk berjalan-jalan pagi. Tapi ketika saya hubungi mereka di kamarnya, telepon tidak diangkat. Saya pikir, saya yang bangun kesiangan.

Akhirnya, setelah bermalas-malasan di tempat tidur, saya dan Mbak Woro bergantian ke kamar mandi. Ya, mandi lalu sarapan saya pikir adalah ide yang tepat, dari pada jalan-jalan baru mandi pagi.

Sayangnya, menusarapan pagi tidak terlalu cocok di perut saya yang semakin tidak nyaman. Saya hanya makan bihun dan telur yang di lidah saya terasa hambar. Ya sudahlah, saya kurang bisa menikmati sarapan pagi ini.

Berikutnya, ada dua kegiatan yang akan saya nikmati pagi ini. Tarik tambang dan Mencari ikan. Tapi tentu saja, saya hanya sebagai penggembira saja. Saya tidak tega mencelupkan kaki saya ke kolam berlumpur dan bermesraan dengan puluhan ikan mas. Duh, membayangkannya saja, saya sudah merasa geli.

Ternyata melihat kehebohan teman-teman sekantor yang saling berebut ikan di kolam benar-benar seru. Mulanya pencarian ikan berjalan biasa, masing-masing fokus dan memasang mata dan feeling di mana ikan-ikan bersembunyi, tapi lama kelamaan peserta jadi rusuh, saling dorong dan saling percik air kolam. Kontan, saya dan beberapa teman yang berada di pinggir kolam buru-buru kabur sebelum jadi korban.

Tapi semua kegiatan itu cukuplah sebagai terapi muka dan jiwa. Tawa seru menjadi obat yang tepat untuk pikiran yang ribet. Dan saya percaya itu.


Pulang dengan pikiran yang lebih segar

Sebenarnya jadwal kami check out adalah pukul 12. Tapi karena pukul sembilan, kegiatan sudah selesai, masing-masing memutuskan untuk pulang cepat. Saya pun serta merta beres-beres pakaian saya yang masih berantakan di kamar. Wah… saya benar-benar ingin segera pulang dan memeluk anak-anak di rumah.

Ternyata pergi tidak terlalu lama seperti kali ini, tetap membuat saya kangen rumah dan anak-anak.

Walau perut mules di jalan dan mata mengantuk, tapi pikiran saya terasa lebih segar.





***